MENGAMINKAN DO’A ALI

18 Juli 2010 § Tinggalkan komentar

Sumber : Majalah Panji Masyarakat No.163 TH.XVI 15 November 1974/2 Zulqaidah 1394

Begitu selesai merobohkan juara dunia tinju kelas berat Ceorge Foreman, petinju Mohammad Ali menyatakan kepada wartawan-wartawan yang mengerubunginya bahwa ” Allah lah yang memberinya kekuatan sehingga dia berhasil merobohkan George Foreman sekaligus menjadi juara dunia. Kemudian Mohammad Ali menyerukan kepada seluruh umat manusia supaya percaya kepada Allah.

Perhatian terhadap pertandingan tinju kelas berat yang dilangsungkan di Zaire, sebuah negara di Afrika, sungguh-sungguh sangat besar berkat kemajuan komunikasi, melalui televisi dapat disaksikan secara langsung di seluruh dunia, termasuk di Indonesia. Pagi itu tanggal 30 November,kota Jakarta dikatakan oleh surat-surat kabar sebagai kota mati, karena penduduk sedang berkumpul di rumah-rumah atau kantor-kantor menunggu saat pertandingan.

Karyawan-karyawan Panjimas dan semua yang seang berada di Masjid Al Azhar, termasuk murid-murid SD dan SMP serta guru-gurunya menghentikan semua kegiatan dan berkumpul di depan pesawat televisi di ruang perpustakaan. Sebelum pertandingan dimulai televisi memutarkan film tentang kedua petinju yang sedang bertarung, Ali dan Foreman. Dari film itu nampaknya Foreman sang juara dunia jauh lebih dahsyat, dari Ali si penantang. Berganti-ganti petinju roboh di tangan Foreman dalam waktu yang singkat, Joe King Roman, Ken Norton, dan Joe Frazier semuanya bertekuk lutut di atas kanvas. Pukulan-pukulan Foreman sunguh-sungguh membuat hati berdebar, sedang Ali kelihatan lebih banyak berpidato dan menari-nari. Maka sebagian besar yang menonton di masjid Al Azhar berpendapat bahwa pagi ini Ali akan kalah.

Antara para jamaah Masjid Al Azhar dengan petinju negro Amerika yang mengaku beragama Islam itu telah terjalin keakraban setahun yang lalu ketika Ali berkunjung dan disambut secara besar-besaran. Itulah sebabnya hati jamaah yang sedang menantikan pertandingan itu menjadi berdebar-debar dan takut Ali akan kalah. Waktu itu bulan puasa Ramadhan, orang sudah selesai mengerjakan shalat tarawih, Ali datang dan beramah tamah dengan para jamaah. Dia tampil di mimbar dan menyampaikan pidatonya, diantara ucapan-ucapannya ialah, Allah adalah Allah Yang Maha Esa Tuhan Kita Umat Islam dan Muhammad adalah Rasul Allah. Kita wajib mengikuti perintah dan menjauhi larangan-Nya. Kita sesama muslim adalah bersaudara. Kepadanya disampaikan hadiah sebuah peci (kopiah) dan baju batik yang langsung dipakainya. Kunjungan Ali yang simpatik dan kepandaiannya berdakwah itu telah memikat hati umat Islam di mesjid Al Azhar setahun yang lalu.

Sekarang dia akan bertinju menentukan siapa yang kalah dan menang dengan seorang yang lebih muda, yang sedang menanjak namanya, pemegang juara dunia George Foreman. Pertandingan akan segera dimulai, Ali nampak di layar televisi telah berada di atas ring, menantikan kedatangan lawannya yang datang kemudian. Sebagaimana biasa dia menari-nari dan mengayun-ayunkan tangannya untuk memanaskan badan sebelum bertarung. Ketika Foreman tampil dan siap melakukan ronda pertama, Ali kelihatan pergi ke sudut ring, dia berdo’a dengan mengangkat kedua tangannya, ketika dia selesai berdo’a beberapa orang anak sekolah yang menonton TV tiba-tiba mengucapkan “Amin”.

Ronde pertama dimulai, Foreman nampaknya seorang petinju yang agresif, dia langsung menyerbu Ali, kedua tangannya yang besar dan terkenal sangat kuat diayunkan ke kepala dan badan Ali. Ali mundur dan terdesak oleh serbuan Foreman yang ingin menjatuhkan Ali dalam waktu yang singkat seperti lawan-lawannya terdahulu. Sekali-sekali Ali membalas dan dua atau tiga kali tinjunya tepat mengenai sasaran. “Nah lu” kata anak-anak sekolah SD Al Azhar yang secara tertib menyaksikan bersama pak gurunya.

Ronde-ronde selanjutnya sama saja dengan ronde yang pertama, Foreman dengan cepat memulai penyerbuannya, Ali mundur, mundur terus hingga dia bersandar ke tali ring dan dia mengangkat kedua tangannya untuk melindungi kepalanya, dai membiarkan Foreman memukul perutnya terus-terusan, bila dirasakan pikilan Foreman semakin melemah, sebelum tanda gong berbunyi, Ali membalas dan tinjunya diarahkan ke kepala lawannya, berbeda dengan Foreman yang mengayunkan tangan kanan dan kirinya yang selalu meleset karena Ali sangat pandai mengelak, maka pukulan Ali selalu lurus diarahkan ke muka Foreman dalam jarak yang dekat.Pada ronde ketiga, kelima dan ketujuh, jelas benar pukulan-pukulan lurus lurus itu bertubi-tubi secara tepat di kepala Foreman. Dan dari pukulan beruntun itu, Foreman nampak agak sempoyongan dan semakin lelah, karena segala kekuatan telah dikerahkan untuk merobohkan penantangnya.

Kecemasan sang jagoan akan kalah di kalangan penonton Al Azhar nampaknya sudah berkurang, ronde ketujuh sudah selesai, kamera televisi diarahkan pada Foreman yang duduk di sudut ring, kelihatan matanya bengkak, sedangkan wajah Ali masih mulus, dan bahkan Ali nampak mengomandokan penonton yang memenuhi stadion untuk meneriakkan yel-yel membangkitkan semangatnya. Ali!, Ali!, Ali! terdengar penonton-penonton Zaire itu mengikut komando Ali. Gong berbunyi tanda ronde kedelapan akan segera dimulai. Foreman menyerbu lagi, tangannya diayunkan lagi, tapi nyatanya ayunan tangan kiri itu sudah tidak sekuat ronde-ronde sebelumnya. Ali tetap bersandar di tali ring, tangannya diangkat untuk melindungi kepalanya dan perutnya dibiarkan menjadi sasran empuk tinju Foreman. Rupanya ronde inilah yang mengakhiri pertarungan, etelah beberapa saat membiarkan Foreman meninju perutnya dan sebuah tinju keras ke kepala Ali dapat dielak dengan bagus, sehingga Foreman memukul angin, Ali bangkit. Dimulai dengan tinju kirinya yang tepat mengenai rhang Foreman, lemudian dengan cepat yang kanan memukul dagu, begitu seterusnya tinu-tinju kanan dan kiri datang beruntun satu diantaranya mengenai bagian belakang kepala Foreman dan diiringi lagi dengan pukulan yang menentukan tepat mengenai dagunya, Foreman roboh, berputar setengah lingkaran, Ali masih hendak memukul, tapi Foreman telah mencium kanvas. Wasit menghitung hingga angka sepuluh, tapi Foreman terlambat bangun, Ali melompat dan menang. Pembantu-pembantunya melompat ke dalam ring, mengangkat tangannya tinggi-tinggi. Dia berhasil merebut gelar juara dunia tinju kelas berat yang pernah lepas dari tangannya karena dicabut berhubung dia membangkang untuk dikirim ke Vietnam, beberapa tahun yang lalu.

Adapun para penonton Al Azhar yang tadi berdebar-debar melihat kekuatan Foreman secara spontan berjingkrak-jingkrak,terlebih lagi anak-anak sekolah, mereka menjerit-jerit kegirangan, Ali menang, Ali menang!Seorang anak kelas lima tanpa disadarinya memeluk gurunya yang juga telah lupa bahwa dia adalah Pak Guru, anak itu digendongnya “Ali menang!”

Televisi memutar kembali saat-saat kejatuhan Foreman, ulangan itu diputar lambat-lambat, anak-anak menghitung berapa kali pukulan-pukulan beruntun Ali yang membikin sang juara bertekuk lutut, satu, dua, tiga,empat…..sembilan dan jatuhlah Foreman.

Sampai Ali masuk ke kamar pakaian masih dapat diikuti melalui televisi, di situlah ketika ditanya oleh wartawan, Ali menjawab bahwa kemenangannya ditentukan oleh Allah, dan dia menyerukan ummat manusia supaya percaya kepada Allah. Seluruh ummat manusia mendengarkan ucapan Ali itu dan seluruh koran-koran mengutipnya, sungguh suatu dakwah yang amat berkesan dan tepat sasarannya.

Tinggalkan komentar

What’s this?

You are currently reading MENGAMINKAN DO’A ALI at Fatahillah.

meta